Industri manufaktur dalam negeri masih mengalami tekanan di tengah dinamika ekonomi global dan banjirnya impor produk jadi di pasar domestik. Hal ini tercermin pada capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei yang sebesar 47,7, masih terkontraksi karena di bawah ambang batas pertumbuhan PMI manufaktur di bawah 50. Namun demikian angka tersebut meningkat dibanding April yang di level 46,7.

Juru Bicara (Jubir) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan hasil survei PMI manufaktur menunjukkan terjadinya penurunan pada pesanan baru di bulan lalu. Penurunan pesanan ini lantaran lesunya permintaan pasar.

"Ini termasuk yang ingin menembus pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat karena dampak tarif Trump," ungkap Febri dalam keterangan resmi dikutip Selasa, 3 Juni 2025.

Febri menjelaskan pengiriman ekspor juga mengalami kendala karena sulit mendapatkan kapal sebagai alat angkut logistik dan pengaruh cuaca buruk. Bahkan, perlambatan kinerja industri manufaktur juga karena volume produksi yang anjlok, salah satunya akibat harga bahan baku yang terus melonjak.

"Ini yang membuat industri kita tidak berdaya saing dengan kompetitor, karena harga jual dari kompetitor juga tidak naik, terjadilah efisiensi," beber dia.

Namun demikian, S&P Global melaporkan, para pelaku industri masih percaya diri (PD) di tengah masa sulit saat ini, dan mereka menilai kondisi ini akan berlalu secepatnya dan kinerja industri kembali bertumbuh. Kepercayaan diri para pelaku industri ini terlihat dari upaya mereka yang masih berkomitmen untuk menambah jumlah tenaga kerja.

Serapan tenaga kerja diklaim masih lebih banyak dari yang di-PHK
Febri menerangkan sampai dengan triwulan I-2025, jumlah perusahaan industri yang melapor sedang dalam proses pembangunan fasilitas produksi terdapat 359 perusahaan, dengan serapan tenaga kerja sebanyak 97.898 orang. Angka tersebut dikatakan lebih tinggi dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di semua sektor termasuk sektor industri manufaktur, yang disampaikan oleh pihak lain ke publik.

Sementara itu, perusahaan yang membangun fasilitas produksi pada triwulan I tersebut merupakan bukti ada optimisme tinggi dari sisi serapan tenaga kerja di Indonesia.

Lebih lanjut, Febri menyampaikan, pihaknya dan kementerian lembaga lain memiliki berbagai program yang bisa dimanfaatkan oleh para pekerja yang terkena PHK, misalnya program peningkatan kompetensi atau upskilling, program menjadi wirausaha industri baru, atau memfasilitasi pekerja tersebut pindah ke perusahaan lain yang berdekatan dengan lokasi perusahaan sebelumnya.

Saat ini pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif upah mencakup pajak penghasilan (PPh) 21 sebesar tiga persen untuk pekerja industri padat karya. Ia berharap insentif itu segera dikeluarkan supaya bisa menopang produksi yang dilakukan oleh pekerja di perusahaan industri.

Selain itu, Febri mengatakan, Kemenperin juga tengah mereformasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), terutama kebijakan terkait Tata Cara Perhitungan TKDN agar lebih sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah. Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Sumber: https://www.metrotvnews.com