Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengeluarkan perintah eksekutif (executive order) yang mengumumkan besaran tarif resiprokal (timbal balik) kepada negara-negara mitranya, termasuk Indonesia yang akan dikenakan tarif sebesar 32 persen mulai 1 Agustus 2025.
Presiden Trump juga telah mengirimkan surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto per 7 Juli 2025, yang menyampaikan komitmen hubungan erat kedua negara meski AS kini mengalami defisit perdagangan terhadap Indonesia.
Menanggapi pemberlakuan tarif tersebut, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah akan terus mengedepankan upaya negosiasi dan dialog konstruktif guna menjaga keberlanjutan akses pasar internasional, sembari tetap mengutamakan kepentingan dan daya saing industri dalam negeri.
"Pemerintah akan terus membuka ruang negosiasi dengan Amerika Serikat, untuk menemukan solusi yang seimbang dan berkeadilan," ujar Agus dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 9 Juli 2025.
Agus menambahkan, berbagai strategi solusi tengah disiapkan oleh pemerintah, baik dalam bentuk liberalisasi tarif, penguatan regulasi teknis, peningkatan kepatuhan industri terhadap standar internasional, maupun optimalisasi kerja sama teknis bilateral dan multilateral.
"Dengan mundurnya pemberlakuan tarif baru AS, akan memberikan ruang untuk pemerintah dalam mencapai kesepakatan baru dalam tarif resiprokal AS," jelas dia.
Minta industri jangan panik dan bekerja smart
Menperin optimistis, industri nasional mampu tangguh dan adaptif terhadap ketidakpastian gejolak dinamika ekonomi global. "Sekarang bukan saatnya panik, melainkan bekerja lebih smart dan teknokratis," imbuh dia.
"Kita perkuat kapasitas industri dari hulu ke hilir, perbaiki data dan sistem pelacakan (traceability), serta pastikan seluruh aktor rantai pasok memahami arah kebijakan global yang terus berkembang," ungkap Agus menambahkan.
Agus juga meyakini, produk-produk manufaktur Indonesia masih lebih berdaya saing dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Sebagai contoh untuk produk tekstil dan alas kaki Indonesia, masih kompetitif dengan tekstil dan alas kaki asal Bangladesh yang akan dikenakan tarif resiprokal sebesar 35 persen.
Selain itu, produk makanan olahan Indonesia akan juga lebih bersaing dibanding produk serupa dari Thailand yang akan dikenakan tarif sebesar 36 persen oleh AS. Di sisi lain, Indonesia akan terus meningkatkan kualitas dan daya saing dengan negara-negara BRICS, misalnya Afrika Selatan yang akan dikenakan tarif sebesar 30 persen.
Terus dampingi dan fasilitasi kebutuhan industri
Lebih lanjut, Agus mengimbau kepada pelaku industri nasional agar tetap semangat dan tidak kehilangan fokus. Pemerintah akan terus mendampingi dan memfasilitasi kebutuhan industri agar dapat terus bersaing, bertransformasi, dan berinovasi dalam kerangka ekonomi berkelanjutan.
"Kunci kita adalah sinergi dan ketangguhan. Kita tetap buka peluang dialog dengan mitra luar negeri, tapi kita juga perkuat rumah kita sendiri. Pemerintah bersama dunia usaha dan asosiasi akan terus berjalan beriringan menghadapi tantangan ini," tegas dia.
Dengan pendekatan yang tenang, cermat, dan berbasis data, pemerintah meyakini setiap tantangan dapat diubah menjadi peluang bagi penguatan struktur industri nasional dan perluasan pengaruh produk Indonesia di pasar global.
Sumber: https://www.metrotvnews.com