Indonesia Mining Association (IMA) mengungkapkan program hilirisasi komoditas unggulan nasional, khususnya tambang perlu didorong lebih luas lagi. Mengingat saat ini hilirisasi komoditas tambang, seperti produk nikel, baru sampai sampai barang setengah jadi. Pemerintah dinilai perlu membangun industri sektor hilir untuk menggenjot program hilirisasi.

Ketua IMA Rachmat Makkasau mengungkapkan, apabila industri manufaktur Indonesia dapat ditingkatkan untuk dapat mengolah produk-produk hilirisasi dari smelter tambang, maka hal ini akan memberikan dampak ekonomi yang sangat besar terhadap Tanah Air. Awalnya Rachmat mengungkapkan, pihaknya melihat langkah pemerintah dalam upaya untuk mendongkrak nilai tambah potensi komoditas tambang nasional, patut diapresiasi.

"Yang perlu kita catat bahwa kementerian ESDM dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, dalam pandangan kami telah sukses memastikan hilirisasi di dunia tambang," beber Rachmat dalam acara Energi Mineral Forum 2025 di Kempinski Hotel, Jakarta, Senin (25/5/2025).

Hal ini terlihat dari berbagai macam aturan yang diterapkan Pemerintah, hingga mendorong para pelaku industri tambang untuk membangun fasilitas pemurnian atau smelter. Alhasil, yang semula Indonesia hanya melakukan ekspor bahan mentah atau raw material yang nilainya kecil, saat ini mengalami peningkatan.

Namun, program hilirisasi tidak boleh berhenti sampai di situ, dan harus diperluas hingga menjadi barang jadi. Oleh karenanya, perlu ada kesiapan di level hilir yakni dengan membangun industri manufaktur yang terintegrasi. Dengan demikian, potensi ekonomi yang diperoleh dapat maksimal.

Diketahui, sejumlah pihak seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya sempat mendesak pemerintah melaksanakan kebijakan hilirisasi nikel dengan sungguh-sungguh. Jangan tanggung-tanggung, kata Rachmat, yang hanya menghasilkan produk bahan baku setengah jadi dengan nilai tambah kecil.

Ke depan, hilirisasi harus dilakukan secara penuh dengan memproduksi barang jadi nikel berbasis teknologi agar nilai tambahnya menjadi tinggi. Selama ini, program hilirisasi nikel terbatas memproduksi barang setengah jadi di bagian hulu dengan nilai tambah yang relatif kecil. Adapun Indonesia hanya memproduksi seperti nikel matte dan fero-nikel, yang menjadi bahan baku untuk industri nikel di China.

"PR terbesar kita adalah memastikan komoditas yang sudah siap baik dari tembaga, nikel dan lain-lain itu bisa kita teruskan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dengan mendorong dan memastikan downstream industri ini bisa terjadi," pungkas Rachmat.

Sumber: https://investor.id