Kementerian Perindustrian menyatakan prospek industri kemasan semakin cerah seiring menjamurnya industri kecil menengah (IKM) makanan minuman selama pandemi.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita mengatakan guna mendukung momentum pertumbuhan, pihaknya telah meluncurkan platform e-kemasan yang mempertemukan berbagai pihak dalam ekosistem industri pangan dan kemasan.
"Ekosistem industri kemasan bertemu di platform ini, tidak hanya pelaku IKM, tetapi juga pelaku kemasan, industri percetakan dan printing, akademisi dan peneliti karena di dalam platform tersebut juga ada e-learning-nya," kata Reni saat dihubungi, Rabu (16/2/2022).
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan manufaktur Indonesia semakin ekspansif ditandai dengan beberapa kinerja yang makin membaik, seperti PDB, realisasi investasi, capaian ekspor, serapan tenaga kerja, dan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur.
“Pada 2020 kontribusi sektor industri di Indonesia yang mencapai 19,8 persen juga melampaui rata-rata dunia yang sebesar 16,5 persen,” ujar Febri lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Kinerja ekspor industri manufaktur mencatatkan pertumbuhan 26,74 persen secara year-on-year pada Januari 2022, dengan nilai mencapai US$18,26 miliar.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pertumbuahn ekspor nonmigas salah satunya dipengaruhi oleh upaya penghiliran yang digalakkan pemerintah.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri berkontribusi sebesar 82 persen terhadap struktur ekspor nasional pada awal tahun macan air.
Sementara itu, sektor nonmigas berkontribusi hingga 95,30 persen terhadap kinerja ekspor nasional Januari 2022. Adapun pangsa pasar utama ekspor nonmigas, yaitu ke China (19,25 persen), Amerika Serikat (14,04 persen), dan Jepang (8,29 persen).
Industri pengolahan nonmigas mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,67 persen sepanjang 2021 atau lebih tinggi dibanding 2020 yang mengalami kontraksi 2,52 persen karena terdampak pandemi COVID-19.
Pemulihan sektor manufaktur itu disebut berkat berbagai kebijakan strategis yang telah dikeluarkan pemerintah guna mendongkrak produktivitas sekaligus menciptakan iklim usaha kondusif.
"Perjalanan pembangunan sektor industri manufaktur di tahun 2021 masih diwarnai dengan gejolak dan tantangan akibat pandemi COVID-19. Namun, Alhamdulillah, kita mampu melewati dan bisa mengendalikannya," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Industri tekstil China belum sepenuhnya pulih, sehingga menjadi berkah bagi pelaku usaha di dalam negeri sepanjang tahun ini.
Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta memprediksi limpahan order dari China masih akan mengalir seiring perlambatan roda industri di Negeri Panda. Selain mengalami krisis energi pada akhir tahun lalu, Pemerintah China juga diketahui tengah berambisi memangkas emisi karbonnya. Sejumlah sektor industri pun terdampak kebijakan tersebut.
"Dari trennya ekspor [tekstil] China itu turun, hanya sekitar US$135 miliar [pada 2021]. Kalau dibandingkan 2017-2018 sekitar US$147 miliar. Prediksi kami di 2022 dia belum bisa balik, limpahan order dari sana pun cukup besar," katanya kepada Bisnis, Jumat (11/2/2022).
Pada tahun lalu, industri tekstil dalam negeri juga mendulang limpahan order akibat penutupan ketat Vietnam yang menyebabkan terhentinya produksi di negara itu.
Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada tahun ini bakal meleset dari target pemerintah sebesar 4,5 persen hingga 5 persen. Salah satu faktor yang menjadi tekanan adalah penyebaran Covid-19 varian Omicron yang mulai tinggi dan menyebabkan pemerintah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memprediksi industri manufaktur akan tumbuh di bawah 4,5 persen karena sejumlah sektor penopang terancam tergerus kinerjanya oleh kenaikan level PPKM.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur sebesar 3,39 persen sepanjang tahun lalu. Khusus untuk industri pengolahan non migas, pertumbuhannya sebesar 3,67 persen. Capaian tersebut di bawah target Kementerian Perindustrian yang sebesar 4 persen hingga 4,5 persen.
Page 89 of 127