Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menetapkan target rasio kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 18,66 persen pada tahun 2026. “Target ini menjadi bagian dari upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok di atas 8 persen sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto,” kata Agus di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Selain meningkatkan kontribusi manufaktur terhadap PDB, ia juga menargetkan pertumbuhan PDB sektor manufaktur 6,52 persen pada 2026. Kemudigan investasi di sektor manufaktur diharapkan mencapai Rp852,9 triliun dengan produktivitas tenaga kerja mencapai 129,3 juta orang per tahun.
Selain itu, sektor manufaktur juga ditargetkan berkontribusi sebesar 74,85 persen terhadap total ekspor nasional. Untuk mewujudkan target tersebut, Agus menekankan perlunya dukungan anggaran yang memadai sesuai prioritas kebutuhan.
Selama periode 2021 hingga 2023, pagu anggaran Kemenperin mengalami peningkatan dengan puncak pada tahun 2023 sebesar Rp 4,53 triliun. Namun, kata Agus, pada tahun 2026, anggaran kementerian mengalami penurunan signifikan sebesar 23,13 persen atau turun sekitar Rp 582,73 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan kementeriannya memperoleh pagu anggaran sebesar Rp 1,93 triliun untuk tahun 2026. Namun demikian, ia meminta anggaran itu ditambah sebesar Rp 2,05 triliun sehingga total usulan anggaran mencapai Rp 3,98 triliun.
Dana tambahan ini direncanakan untuk membiayai 255 kegiatan strategis yang menjadi prioritas kementerian. Agus menjelaskan bahwa usulan tambahan anggaran tersebut sangat penting untuk mendukung pelaksanaan berbagai program yang dapat mempercepat pertumbuhan industri manufaktur dan memperkuat kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
“Kami mengajukan tambahan anggaran Rp 2,05 triliun untuk memastikan pelaksanaan berbagai program strategis dapat berjalan sesuai rencana,” ujarnya.
Lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor's Global Ratings (S&P) sebelumnya merilis data Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia per April 2025 turun ke level 46,7 atau zona kontraksi.
Adapun ambang batas pertumbuhan PMI Manufaktur adalah 50. Artinya, PMI yang diumumkan S&P di bawah itu tergolong level kontraksi. S&
P mencatat kontraksi disebabkan oleh penurunan tajam volume produksi dan permintaan baru. “PMI Manufaktur Indonesia dari S&P Global turun di bawah 50,0 pada bulan April, menunjukkan penurunan kesehatan sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan,” demikian tertuang dalam rilis yang diterbitkan pada 2 Mei 2025.
Indeks Manufaktur Indonesia sebelumnya berada di zona ekspansi selama empat bulan beruntun sejak Desember 2025. Pada Maret 2025 indeks manufaktur masih berada di level 52,4. S&P mencatat kontraksi ini menandakan penurunan paling signifikan pada kondisi bisnis sejak bulan Agustus 2021.
Sumber: https://www.tempo.co