Komisi VII DPR RI mendukung pelaku industri baja lokal untuk mendorong pemerintah menerapkan kebijakan pengetatan impor.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman mengatakan konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah. Hal ini memunculkan peluang bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. untuk meningkatkan kinerja penjualan untuk pasar domestik maupun ekspor.

“Untuk mencapai kemandirian industri baja di Indonesia, sudah sepatutnya pemerintah turut mendukung pengetatan impor baja melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri nasional. Kebijakan ini seperti anti dumping baja, pegawasan barang masuk di pelabuhan, dan sebagainya”, ujar Maman, Sabtu (11/9/2021).

Selain itu, Maman mengapresiasi upaya manajemen Krakatau Steel saat ini dalam memperbaiki kinerja Krakatau Steel dari yang sebelumnya merugi menjadi perusahaan baja yang untung pada 2020.

Indeks manajer pembelian atau Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali naik pada Agustus 2021 menjadi 43,7, setelah turun selama dua bulan berturut-turut Juni dan Juli 2021.

"Dengan gelombang kedua COVID-19 yang memuncak, penurunan dalam produksi dan permintaan perlahan mereda dari tingkat parah yang terlihat pada Juli," demikian tertulis dalam keterangan resmi IHS Markit, Rabu.

Menurut keterangan tersebut, PMI manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada Juni 2021 yang angkanya 53,5 atau turun dibandingkan Mei 2021 yakni 55,3. Penurunan kembali terjadi pada Juli 2021 di mana PMI manufaktur anjlok ke angka 40,1.

Namun demikian perusahaan manufaktur disebut tetap waspada dengan pembelian dan ketenagakerjaan mereka. Gangguan seputar produksi juga membuat penumpukan pekerjaan tertahan dan menyebabkan tekanan harga pada bulan Agustus.

Plt Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyebutkan industri sawit dalam negeri mampu menghasilkan 160 produk hilirisasi dari bahan baku minyak sawit mentah atau CPO untuk meningkatkan nilai tambah.

"Kami juga mencatat di perindustrian ada 160 produk hilir yang mampu diproduksi di dalam negeri. Baik untuk keperluan pangan, nutrisi, maupun bahan kimia, dan juga sebagai bahan bakar energi baru terbarukan," kata Putu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Putu menyebut jumlah produk sawit Indonesia juga sudah didominasi oleh produk hilirisasi yaitu sebesar 80 persen ketimbang dijual dalam bentuk bahan baku minyak sawit mentah sekitar 15 persen. Menurut Putu, jumlah produk hilirisasi ini semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Dia berharap industri sawit Indonesia ke depannya berfokus pada pengembangan energi baru terbarukan yang menjadi andalan Indonesia di mata dunia.

Industri makanan dan minuman diproyeksi tumbuh di atas 5 persen sepanjang 2021.

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian, Supriadi optimistis target tersebut dapat tercapai. Pasalnya, makanan dan minuman merupakan sektor prioritas yang diproyeksi akan pulih dengan cepat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II/2021, industri makanan dan minuman tumbuh 2,95 persen secara year-on-year, naik dari 2,45 persen pada triwulan sebelumnya. Sementara itu secara quarter-to-quarter industri ini tumbuh 2,37 persen.

"Saya masih tetap optimis pertumbuhan industri mamin tahun ini bisa mencapai [pertumbuhan] di atas 5 persen, karena industri ini merupakan industri yang menjadi andalan pertumbuhan dan yang diharapkan dapat recovery lebih cepat," katanya kepada Bisnis, Senin (6/9/2021).

Di tengah ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi, pemerintah optimistis penguatan industri dalam negeri tetap berjalan untuk mencapai target substitusi impor 35 persen pada tahun depan.

Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa target yang ditetapkan sebelum pandemi atau awal 2020 masih realistis untuk diwujudkan. Salah satu strateginya, yakni dengan fokus pada lima sektor utama dan dua sektor tambahan.

“Pada 2020 awal target 35 persen [substitusi impor]. Apakah sekarang masih realistis? Kami upayakan,” ujarnya saat rapat kerja di DPR, Rabu (8/9/2021).

Lima sektor utama yang akan menjadi fokus Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia. Belakangan dua sektor ditambahkan sebagai dampak dari Covid-19, yaitu alat kesehatan dan farmasi.

Industri keramik masih mampu menjaga stabilitas kinerja di tengah pemulihan ekonomi nasional dan banjir produk impor.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan utilisasi industri sepanjang tahun ini akan berada di level 70 persen, turun dari target sebelumnya 75 persen. Namun, angka tersebut masih akan menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, yang pada 2020 mencapai 56 persen dan pada 2019 sebesar 65 persen.

Selain itu, kinerja industri sampai dengan awal September 2021 masih pada jalurnya untuk memenuhi target kapasitas produksi tahun ini.

"Kinerja masih on track sesuai proyeksi, dimana kapasitas produksi nasional Januari sampai Agustus berada di level 73 persen," katanya kepada Bisnis.com, Senin (6/9/2021).