Grand Batang City berhasil menarik 28 perusahaan untuk membangun basis produksi di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) dengan nilai investasi mencapai Rp18,7 triliun menjelang akhir 2024.

Direktur Utama Kawasan Industri Terpadu Batang Ngurah Wirawan menyatakan 28 perusahaan tersebut tersebar di area seluas 400 hektare yang tengah dikembangkan oleh KITB pada tahun ini.

“Dari total lahan seluas 4.300 hektare, kami sudah membuka lahan seluas 400 hektare pada tahun ini. Tahun depan [2025] kami buka lagi lahan seluas 250 hektare dan selanjutnya di tahun-tahun berikutnya bertahap,” ujarnya dalam acara Editor Circle Kawasan Industri Terpadu Batang, Minggu (15/12/2024).

Ngurah menyebutkan cadangan lahan KITB saat ini mencapai 3.100 hektare dan yang sudah dimanfaatkan total sebanyak 1.500 hektare.

Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor manufaktur mencapai terhadap perekonomian nasional pada triwulan III–2024 mencapoai 19,02 persen, dengan pertumbuhan 4,72 persen secara tahunan atau year on year (y-o-y).

Capaian tersebut menegaskan ketangguhan industri nasional di tengah tantangan global dan pentingnya kebijakan strategis seperti peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian perindustrian RI, Yan Sibarang Tandiele mengatakan, seiring meningkatnya permintaan domestik dan eskpor di sektor makanan dan minuman (mamin), bahan bangunan dari logam dan logam dasar, serta komponen elektronik, industri manufaktur berhasil mencatat pertumbuhan tertinggi terhadap ekonomi nasional dengan kontribusi sebesar 0,96 persen (y-o-y) pada kuartal ketiga tahun ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa tak hanya Indonesia saja yang memiliki target pertumbuhan ekonomi di angka 8%.

Pasalnya, menurut dia, beberapa negara juga sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 8%. Salah satunya adalah negara tetangga, yakni Vietnam.

"Tantangan ke depan, Bapak Presiden (Prabowo Subianto) berharap Indonesia bisa tumbuh di angka 8%. Beberapa negara sudah menargetkan di angka 8%, termasuk tetangga kita Vietnam dan sekarang mereka bisa mencapai di angka sekitar 7%, sehingga tentu ini menjadi tantangan," kata Airlangga di Jakarta, Selasa (10/12).

Kendati demikian, Airlangga menyebut bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bukanlah hal mustahil. Lantaran, pertumbuhan ekonomi di angka 8% ini pernah Indonesia capai pada era 90-an.

Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional pada triwulan III 2024 mencapai 19,02 persen.

Angka ini tumbuh 4,72 persen secara tahunan (y-o-y) sekaligus menegaskan ketangguhan industri nasional di tengah tantangan global dan pentingnya kebijakan strategis seperti peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian RI Yan Sibarang Tandiele mengatakan, industri manufaktur berhasil mencatat pertumbuhan tertinggi terhadap ekonomi nasional dengan kontribusi sebesar 0,96 persen (y-o-y) pada kuartal ketiga tahun ini.

“Hal ini seiring meningkatnya permintaan domestik dan ekspor di sektor makanan & minuman, bahan bangunan dari logam dan logam dasar, serta komponen elektronik," ujarnya saat membuka pameran Manufacturing Indonesia 2024 yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.

Target pertumbuhan ekonomi yang patok pemerintah sebesar 8% hingga lima tahun kedepan menjadi tantangan yang cukup besar di tengah ketidakpastian situasi global saat ini, termasuk salah satunya pada sektor industri. Apalagi bila mengejar pertumbuhan ekonomi hanya mengandalkan mesin konsumsi rumah tangga semata. Saat ini, jika melihat struktur pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi 51%.

Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance, Esther Sri Astuti mengatakan, untuk mencapai target 8%, tidak mungkin hanya mengandalkan konsumsi semata."Tetapi harus mengaktifkan mesin ekonomi dari investasi, ekspor dan pengeluaran pemerintah," tegasnya.

Namun, saat ini, masalah yang harus diatasi pemerintah terlebih dahulu adalah daya beli masyarakat yang melemah. Pelemahan daya beli ini dinilai berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi."Oleh karena itu, daya beli masyarakat yang lemah ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah, tidak hanya dengan mencapai target pertumbuhan ekonomi, tapi daya beli melemah," ujar Esther.

Industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi masa yang penuh tantangan. Salah satu indikator yang menggambarkan kesulitan ini adalah Purchasing Managers' Index (PMI) yang terus terkontraksi selama lima bulan berturut-turut.

PMI adalah sebuah indikator ekonomi yang mengukur aktivitas sektor manufaktur berdasarkan survei terhadap para manajer pembelian di perusahaan manufaktur.

PMI Manufaktur Indonesia yang tercatat pada bulan November 2024 berada di angka 49,6, meskipun ada sedikit peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di angka 49,2.

Meskipun PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan sedikit perbaikan, kenyataannya sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam tekanan.

Apa yang bisa dipelajari dari situasi ini, dan bagaimana industri manufaktur dapat mengambil langkah strategis untuk menghadapinya?