Industri petrokimia nasional tetap tumbuh positif di tengah pandemi Covid- 19. Bahkan tingkat utilisasi industri mencapai 95 persen. Hal ini terjadi karena industri petrokimia nasional selama pandemi, termasuk produk petrokimia dari PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro Group) mampu mensubstitusi produk impor. Seperti diketahui, sebanyak 55 persen bahan baku produk petrokimia masih impor.
Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), ketika dihubungi, Selasa (30/3/2021) menjelaskan, dampak pandemi terhadap industri petrokimia, hanya terjadi pada 3 bulan pertama, setelah itu industri mampu recovery. Bahkan, kontrak-kontrak ekspor yang terkendala akibat pandemi, di banyak negara terjadi lock down, dialihkan untuk memenuhi lonjakan permintaan di dalam negeri, terutama bahan baku untuk menunjang berbagai produk alat kesehatan, hingga produk kemasan.
Asosiasi Semen Indonesia mendata performa ekspor semen nasional berakselerasi per Februari 2021. Hal tersebut membuat produksi semen nasional ikut berakselerasi pada dua bulan pertama 2021.
Ketua Umum ASI Widodo Santoso mendata volume ekspor semen per Februari mencapai 1,1 juta ton. Angka tersebut naik sekitar 240 persen dari realisasi Februari 2020 sekitar 450.000 ton.
"Kendati konsumsi dalam negeri hanya naik 1 persen, [performa] ekspor buat gebrakan baru. Dengan demikian, total penjualan dalam negeri dan ekspor mencapai kenaikan 14 persen, hal ini cukup menggembirakan dengan prestasi ekspor yang dilakukan pelaku industri semen," ucapnya kepada Bisnis, Senin (22/3/2021).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memprediksi pada 2021, sektor industri logam dasar tumbuh 3,54 persen. Hal tersebut menunjukkan industri baja merupakan industri high resilience yang mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19 dan siap untuk kembali meningkatkan kemampuan dan kinerjanya pada tahun ini.
“Pada masa pandemi COVID-19, sektor industri logam dasar tetap bertumbuh dengan baik. Pada tahun 2020 industri logam mengalami pertumbuhan positif,” kata Menperin lewat keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal ini didukung dengan nilai realisasi investasi yang tinggi dan neraca perdagangan surplus di industri logam, khususnya untuk logam dasar serta upaya pengendalian impor besi baja nasional.
Agus menambahkan dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memacu peningkatan daya saing industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional, salah satuya dengan berupaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku tekstil impor.
Langkah yang dilakukan antara lain dengan mendorong pengembangan bahan baku tekstil yang berbasis serat sintetis.
“Bahan baku tekstil berbasis serat sintetis punya banyak keunggulan, antara lain memiliki durabilitas tinggi serta dapat direkayasa dengan menanamkan sifat dan fungsi khusus yang menunjang performa produk tekstil. Sifat ini dapat dikatakan abadi karena ditanamkan langsung pada bahan baku serat sintetis tersebut,” ujar Plt Kepala Balai Besar Tekstil (BBT) Kemenperin Wibowo Dwi Hartoto lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan sebagai upaya mendampingi para pelaku industri TPT dalam mengembangkan material tekstil berbasis serat sintetis, BBT Kemenperin menyediakan fasilitas berupa testbed ekonomis.
Industri kemasan tahun ini optimistis akan mencetak pertumbuhan sekitar 4-5 persen setelah tahun lalu berhasil menembus level produksi pada angka Rp104,4 triliun.
Direktur Executive Indonesia Packaging Federation (IPF) Henky Wibawa mengatakan pada tahun lalu pasar kemasan sebenarnya statis, atau tidak ada yang naik dan turun secara drastis akibat situasi ekonomi pada pandemi Covid-19.
"Tahun lalu memang ada sektor yang naik tetapi ada juga yang turun jadi secara keseluruhan saya estimasi zero. Tahun ini kami optimistis naik mungkin sekitar 4-5 persen," katanya kepada Bisnis, Rabu (24/3/2021).
Henky menyebut tahun lalu, industri juga didorong oleh investasi pabrikan baru yang mulai beroperasi. Sisi lain, kebutuhan ritel juga tetap akan tinggi.
Pelaku industri makanan dan minuman semakin mantap menuju Ramadan dan Idul Fotri karena momen tersebut diharapkan menjadi booster setelah kondisi tahun lalu.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat bahkan menyebut setelah tahun lalu industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) hanya tumbuh di bawah 1 persen, maka tahun ini diharapkan pertumbuhan melaju hingga 5 persen.
"Semester satu didorong Ramadan dan Lebaran kami harap pertumbuhan 3 persen sudah bisa didapat," katanya kepada Bisnis, Selasa (16/3/2021).
Meski demikian, Rachmat menekankan optimisme tersebut belum sampai di level pra pandemi. Sebagai gambaran, industri AMDK pada 2019 berhasil tumbuh di kisaran 9 persen. Rachmat menyebut tahun ini segmen galon masih menjadi andalan.
Page 121 of 127